Penyesuaian Posisi

 Di dalam futsal, selain posisi kiper, terdapat tiga posisi lain: Pivot, Flank, dan Anchor. Di dalam formasi 1-2-1, maka terdapat satu Anchor di belakang, dua Flank masing-masing di kiri-kanan, dan satu Pivot di depan. Masing-masing pemain di posisinya memiliki karakteristik tersendiri untuk bisa bermain di posisi tersebut. Anchor sebagai pertahanan terakhir sebelum kiper, tentu memiliki kekuatan untuk menghentikan lawan, membaca pergerakan lawan dan sebagainya. Sementara Flank biasanya memiliki kelincahan dan kecepatan, belum lagi dribbling yang ciamik. Berbeda lagi tentunya dengan Pivot, sebagai ujung tombak penyerangan, bisa menjadi pemantul bagi pemain lain atau pun menjadi finihsher.


Sedikitnya itu yang saya ketahui, tentu pasti ada berbagai perkembangan dan permutasi di tiap posisi pemain. Sejak kecil dalam bermain futsal, saya berposisi sebagai Pivot atau ya striker lah, saya tidak mempunyai kemampuan dribbling yang mumpuni, pun body balance yang kokoh untuk bisa menjadi anchor, namun saya senang menembak bola. Tidak bisa dibilang jelek dan terlalu bagus juga sebetulnya, kategori cukup lah. Begitu pun saat kuliah, jika ada permainan futsal, saya menempatkan posisi di depan, atau setidaknya jadi flank, tapi tidak jadi anchor.


Lain lawan dan lain kondisi tentunya bikin perbedaan. Di lingkungan kerja, saat bermain futsal -sebelum pandemi-, saya teteap bergantian di dua posisi itu, kadang menempatkan diri sebagai finisher kadang sebagai pengumpan dan memberikan asis. Namun, kondisi ternyata berbeda selepas pandemi, cukup kehilangan sentuhan, meski secara stamina dan kecepatan saya punya (tentu karena rutinitas berlari yang membuat keduanya muncul), sentuhan akhir atau tembakan saya tidak sebagus dulu, tendangan sering diblok dan sebagainya. Apalagi dengan kebiasaan saya untuk menerapkan high-pressing di area lawan (karena percaya akan stamina saya), itu bikin saya mesti bergerak ke sana ke mari, hasilnya sehabis futsal ya tentu pegal dan sakit kaki di sana sini.


Melihat hal ini, di permainan terakhir beberapa hari lalu, saya memutuskan berada di posisi belakang, anchor. Melihat biasanya posisi ini sering dilupakan dan berakhir dengan kebobolan karena counter cepat dari lawan. Saya tidak memiliki kekuatan yang cukup, tapi kecepatan iya. Bermain di belakang membuata saya lebih banyak bersentuhan dengan bola, karena operan langsung dari kiper atau dari pemain lain untuk dikembalikan ke belakang. Enaknya adalah bisa melihat posisi pemain lain dan memiliki ruang yang cukup untuk memberikan umpan. Saya pikir kemampuan passing ball  saya cukup akurat, terlebih di kondisi yang baik, saya bisa mengoper bola secara langsung, baik melalui bawah, atas, maupun chop ball.


Mencoba posisi ini ternyata membuat saya lebih nyaman, selain menghemat stamina dan tidak bikin kaki sakit-sakit, di posisi ini saya bisa memainkan bola lebih lama, dan memutuskan mencoba zonal marking atau man-to-man marking. Tentu saja ini analisa asal-asalan saya, namun saya pikir zonal marking tepat ketika pemain lawan tidak terlalu menonjol, ketika tidak terlalu banyak mengandalkan individu. Berbeda saat man-to-man marking yang cukup menguras stamina, tapi ketika cocok, bisa tepat untuk mematikan lawan. Itulah yang saya lakukan, melakukan man-to-man marking ke seorang pemain yang skilfull. Saya mengikutinya ke sana ke mari dan bikin dia tidak bisa dioper orang lain. Efektif, namun mesti dibarengi pemain lain untuk menutup lawan lainnya. Tapi secara keseluruhan, saya menikmati posisi baru itu, dan sepertinya akan melakukannya lagi di permainan berikutnya.


***


Di perjalanan pulang, kebahagiaan sederhana itu saya refleksikan ke kehidupan. Posisi, pertukaran, penyesuaian, kemampuan utama, dan sebagainya. Tiap orang memiliki kemampuan masing-masing, memiliki karakteristiknya masing-masing. Meski begitu, orang tersebut bisa berada di berbagai posisi di kehidupan. Seseorang bisa berada di posisi sebagai ayah, sebagai ibu, sebagai anak, sebagai kakak, sebagai adik, sebagai suami, sebagai istri, sebagai teman, sebagai manajer, sebagai karyawan, dan sebagai lain-lainnya. Karakteristik orang bisa tetap sama, tapi dengan  posisinya yang berbeda di kehidupannya, maka penyesuaianlah yang mesti dilakukan


Katakanlah, di futsal saya merasa oke dalam hal passing atau mengoper bola, maka meski di posisi mana pun, kemampuan itu tetap ada, hanya kapan iya harus keluar dengan tepat di posisi yang sedang dimainkan, dikeluarkan sesuai proporsinya. Saya kira begitu juga dalam kehidupan, katakanlah kita memiliki kesabaran, dan pelaksanaan kesabaran itu bisa berbeda bergantung kondisi dan posisi kita. Ada kesadaran yang berbeda dalam menjalani posisi itu. Berbeda posisi maka berbeda pula kesadarannya. Kesadaran sebagai seorang anak di satu tempat, akan berbeda dengan kesadaran sebagai seorang suami atau istri di tempat lain, atau pun sebagai karyawan atau manajer. Tidak bisa kita berada di satu posisi dengan kesadaran di posisi lain, yang akan terjadi adalah ketidaktepatan dari perilaku dan pemikiran.


Kemampuan dan karakteristik kita tetap sama di berbagai posisi kehidupan, namun kapan kita keluarkan, bagaimana mengeluarkannya dan dengan proporsi yang tepat, itulah yang mesti diperhatikan. Penyesuaian posisi hidup membuat kita tahu kapan mesti berbuat ini, kapan mesti berbuat itu, kapan mesti berbicara ini, kapan mesti berbicara itu. Tidak bisa dengan kata "ya karena memang begitu dia orangnya", tidak, tapi penyesuaian yang tepat dengan posisi apa yang dia jalani sekarang, itulah yang mesti diperhatikan.


Demikian.

No comments: