Tempat Minumnya Masing-masing

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan
- QS. Al-Baqarah[2]: 60


Saat mentadabburi ayat ini, Ahmad Fuad Effendy (Cak Fuad) menjelaskan pemaknaan secara hakiki dan majazi/kiasan. Secara hakiki mengenai permintaan Nabi Musa kepada Allah agar memberikan minum kepada kaumnya. Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukul tongkatnya pada batu sehingga memancar dua belas mata air -sejumlah suku Bani Israil, keturunan Ya'qub 'alaihissalam.


Secara majazi, bisa dimaknai adanya keunikan dan keragaman pada setiap manusia. Ada potensi, minat, bakat, kecenderungan dan sebagainya dari masing-masing manusia.


Sementara Mbah Nun mentadabburi ayat ini sebagai Ijtihad Pengenalan Diri. Makna "minum" di ayat ini pun bisa menjadi lebih luas, bisa bakat, karier, tempat kerja, kecenderungan kepribadian tertentu yang menghasilkan pola hidup seseorang, dan sebagainya.


Setiap orang mesti mengenali "tempat minumnya" masing-masing. Meski memang, setelah mengetahuinya pun sistem lingkungannya ikut menentukan apakah ia bisa meminum apa yang ia mau, apakah lingkungannya memungkinkan baginya untuk meminum apa yang ia mau.


***


Peran manusia dalam amalannya pun demikian, ada "tempat minumnya". Ada yang kuat shalatnya, lemah puasanya atau sebaliknya; ada yang lemah shalat dan puasanya namun kuat sedekahnya. Ada yang kuat ilmu lalu mengajarkannya. Pun ada juga yang kuat semuanya. Mengenali ini bisa mengoptimalkan "amalan andalannya". Misalnya, menyadari bahwa ada harta yang berlebih dibanding orang lain, maka bisa jadi harta yang berlebih itu menjadi peluang untuk dioptimalkan sebagai amal, dengan memberikannya kepada yang berhak. Tentu saja, hal-hal pokok atau wajib atau minimum sebagai seorang muslim haruslah terpenuhi.


Sebagaimana riwayat yang sampai pada kita, pun pintu surga beragam, ada orang masuk surga dari pintu shalat, dari pintu puasa, pintu sedekah, pintu jihad, dan sebagainya. Sedikit orang yang bisa masuk dari semua pintu. 


***


Bagi saya, "andai" saja tadabbur ayat ini sampai pada saya jauh-jauh hari, barangkali saya tidak perlu merasakan keminderan yang cukup parah di masa lalu. Memahami "setiap orang mengetahui tempat minumnya" akan menenangkan bahwa ada personalitas (potensi alamiah yang ditentukan Tuhan) yang berbeda tiap orang, maka berjalanlah dengannya.


Tadabbur ayat ini tersambung dengan "man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbahu", siapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya. Mengenali diri adalah tahap untuk mengenal apa yang ia mesti minum  serta di mana tempat ia minum. Hal ini mengarah pada "mencapai versi terbaik dari dirinya", ukurannya adalah diri sendiri bukan orang lain. Mencapai versi terbaik dari dirinya dengan mengoptimalkan apa yang telah diberikan oleh Tuhan, dan mengasahnya dengan baik.


Ada berbagai cara ataupun terminologi untuk "mengetahui tempat minumnya masing-masing". Misal -seperti kata Cak Nun- manusia shalat, manusia puasa. Ada pula mengambil kecenderungan pada para sahabat, apakah lebih dekat ke Abu Bakr, lebih dekat ke Umar, Utsman, atau 'Ali, atau para sahabat lainnya.


Terkait pendekatan ini, saya teringat ucapan Mas Salim A. Fillah, terkait bagaimana meneladani Rasulullah. Apabila merasa terlalu jauh, maka lihatlah ke dua sahabatnya terdekat, Abu Bakr dan Umar. Kecenderungannya ke arah mana, atau bila dilebarkan lagi bisa ke sepuluh sahabat Rasul yang dijamin masuk surga. Ini hanyalah salah satu cara untuk mengenali potensi, atau mengenali kecenderungan.


Tentu saja ada berbagai macam terminologi dan cara, tak melulu dari yang telah disebutkan sebelumnya, Terpenting, bagaimana mencari dan mendapatkannya, serta mengoptimalkannya.

 

No comments: