Maiyah Nusantara
Embrio Maiyah Nusantara adalah pengajian keluarga PadhangmBulan di Menturo, Sumobito, Jombang pada Oktober 1993. Pengajian yang digagas Cak Dil, adik Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) untuk berkumpul keluarga karena sebelumnya Cak Nun sulit hadir akibat mesti memenuhi berbagai undangan di daerah. Pengajian rutin bulanan itu digelar setiap malam bulan purnama, membahas berbagai isu aktual di masyarakat, mencari solusi atas permasalahan di masyarakat, dari yang remeh hingga urusan sosial dan negara.
PadhangmBulan lantas melahirkan berbagai simpul dan titik Maiyah di berbagai daerah, semisal Mocopat Syafaat (Yogyakarta), Gambang Syafaat (Semarang), BangBang Wetan (Surabaya), Kenduri Cinta (Jakarta) serta puluhan Simpul Maiyah lainnya yang hingga kini tersebar di 60 titik.
Ini tak terlepas dari berkelilingnya Cak Nun bersama HAMAS (Himpunan Masyarakat Shalawat) dan lalu bersama Kiai Kanjeng ke berbagai tempat di Indonesia semenjak tahun 1990an. Kenduri Cinta edisi Desember 2018 kemarin adalah lawatan Cak Nun bersama Kiai Kanjeng yang ke-4.040.
Apa yang dilakukan Cak Nun dan juga kemudian bersama Jamaah Maiyah adalah dalam rangka "bersedekah pada Indonesia dan dunia" serta bentuk dari "Indonesia adalah bagian dari desa saya", karenanya Cak Nun konsisten untuk tidak meminta apapun pada Indonesia, sebaliknya ia "bersedekah".
Ada yang menganalogikan Maiyah seperti aplikasi Go-Jek. Go-Jek yang tidak jelas definisinya apakah ia perusahaan transportasi, financial technology, layanan jemput-antar barang, layanan untuk memesan makanan / belanjaan, atau perusahaan apa? Tapi prinsipnya ia memberikan apa yang diperlukan. Inilah konsep sedekah di Maiyah, yakni bukan "memberi yang kita punya", namun "memberi apa yang diperlukan oleh yang diberi". Ini yang dilakukan di Maiyah.
Sumbangan Cak Nun dan Kiai Kanjeng (CNKK) dalam hal penyelesaian konflik disinggung oleh Ian L. Betts, yang mencatat kunjungan CNKK ke Belanda pada 2008 selepas ramainya film "Fitna" yang menyakitkan bagi umat Islam. CNKK berkeliling ke berbagai Masjid, Gereja, Sinagog serta seminar, pun bertemu pemuka agama dalam rangka kerukunan antar-agama. Begitu juga dengan kunjungan CNKK ke Inggris, Mesir, Amerika, dan lain-lain.
Maiyah bukanlah "fans club" Cak Nun, kehadiran beliau memang ditunggu, tapi ketidakhadirannya tidak mengurangi kemesraan dan kegembiraan di Maiyahan yang biasanya berlangsung hingga dini hari. Apa yang dilakukan dalam Maiyahan adalah Sinau Bareng, atau belajar bersama, suasana egaliter terbentuk dalam setiap Maiyahan, semua hadirin dapat memberikan pandangannya terkait topik yang dibahas, saling memberi respon dan bersama mencari kebenaran bukan "keukeuh" dengan kebenaran yang diyakininya. Di Maiyah, kebenaran adalah bahan yang mesti diolah agar menghasilkan kebaikan dan keindahan. Maiyah juga kegembiraan, serta paseduluran (persaudaraan) yang al-mutahabbina fillah, yang terbentuk bukan atas dasar kepentingan.
Di PadhangmBulan November 2017, Cak Nun berpesan,
Maiyah adalah hadiah dari Allah, bukan karya kita. Semua kekurangan Maiyah berasal dariku. Kita bersyukur Allah menganugerahkan Cak Fuad dan Syekh Kamba, sebagai Marja’ ilmu kita semua. Tetapi kami bertiga bukan Ulama, Mursyid atau Kiai, sebagaimana beliau-beliau di luar sana. Selama 24 tahun ini kita berkumpul dan hanya berjuang mencintai dan mendekat kepada Allah, Muhammad kekasih-Nya, mengikhtiari manfaat hidup. Termasuk buat Indonesia.
No comments: