Perubahan Wayang pada Masa Wali Songo

Pertunjukan Wayang merupakan pertunjukan ritual keagamaan yang dikaitkan pula dengan usaha spiritual yang disebut murwakala atau ruwatan, yakni kegiatan agar orang yang diruwat terbebas dari sukerta, bencana-bencana yang bersifat gaib. Karenanya, kedudukan dalang diposisikan setara dengan orang suci.

Sultan Demak lalu bersama Wali Songo (soal siapa Wali Songo-nya, ini dijelaskan nanti) lalu melakukan perubahan bersifat deformatif sehingga seni pertunjukan Wayang mengalami penyesuaian dengan ajaran Islam.

Pertunjukan Wayang yang sampai hingga masa Majapahit digambar di atas kain dan diberi warna, dikenal dengan Wayang Beber Purba atau Karebet yang diiringi Gamelan Slendro. Pada masa awal kekuasaan Demak, bahan Wayang digambar di atas selembar kulit kerbau dengan warna putih dan hitam, wujudnya juga berupa satuan-satuan gambar lepas dengan tangan menyatu dengan tubuh. Pada masa berikutnya, Sunan Kalijaga menyempurnakannya dengan tangan bisa digerakkan dan warna-warna yang lebih beragam.

Adapun ketetapan Sultan Demak dan para Wali Songo tercantum di gambar berikut:

Ketetapan Sultan Demak dan para Wali terkait Wayang
Atlas Wali Songo, Ki Agus Sunyoto





Mengingat Wayang sudah akrab di masyarakat Majapahit sebagai pertunjukan spiritual, maka tidak heran jika masyarakat Majapahit datang ke pertunjukan Wayang yang diadakan oleh para Wali, termasuk penyesuaian Jimat Kalimosodo menjadi Layang Kalimasahada yang berkaitan dengan Dua Kalimat Syahadat.

Dahsyat memang bagaimana cara dakwah Wali Songo dengan pendekatan budaya. Ini baru melalui Wayang, belum pendekatan lainnya yang berkenaan dengan budaya. Mempelajari Wali Songo itu penting untuk memahami bagaimana Islam bisa membumi di Nusantara sekaligus menimbulkan keheranan mengapa sekarang sebagian kaum Muslim di Indonesia cenderung keras padahal dakwah para Wali Songo ini begitu halus hingga bisa diterima oleh masyarakat di Nusantara kala itu, meski memang membutuhkan proses yang lama dan panjang.


----
Referensi: "Atlas Wali Songo" (penulis: Agus Sunyoto)

Ket: 
1) Cerita karangan Walmiki adalah Ramayana, sementara karangan Wiyasa adalah Mahabharata, dua wiracarita yang begitu mahsyur bahkan hingga sekarang; 
2) Kapitayan, diyakini sebagai agama yang dianut awal-awal di Nusantara.

1 comment:

  1. Cerita2 wayang di Indonesia kalau saya bilang mah saduran yang dimodifikasi dari cerita aslinya, bisa dibilang barang tiruan.

    Dulu saya sempat dibuat percaya dengan keaslian cerita2 pewayangan, saat sudah besar say jadi paham, siapa yang asli siapa yang palsu. Ceritanya dimodifikasi sedemikian rupa.

    Untung saja pertukaran budaya berjalan baik, sehingga yang asli mana jadi tahu.

    Sedih saja sih, kadang sudah adaptasi tapi kaya ngarasa cerita asli dalam negeri. Itu sebabnya saya tidak begitu suka cerita copy-paste.

    Kaya film meteor garden, sampe Indonesia diedit-edit ala2, ful house dll semua dibuat seri lokalnya. Padahal ada hal asli yang bisa diangkat. Sah2 saja, tapi yang menyebalkan itu klaim nya, secra gk liat sejarah.

    ReplyDelete