Tik-men-tik-kan

Beberapa waktu terakhir ini malam terasa berbeda. Sebakda membaca tulisan harian (dari orang yang kuanggap begitu dekat) lalu kondisi hening juga sepi, entah muncul dari mana sesuatu untuk di-tik-kan. Waktu malam memang berbeda, Tuhan bilang bahwa bacaan di waktu malam lebih berkesan, orang bilang ini karena kosongnya hati dari kesibukan dunia. Apa yang di-tik-kan pun bisa bermacam-macam: keresahan, cerita suasana dan kondisi, atau apa saja lah yang penting di-tik-kan. Tentu rasa syukur diucapkan, ibarat sepeda yang mesti terus dikayuh agar maju, atau ibarat langkah demi langkah lari menuju garis akhir, maka ada kenaikan kuantitas sesuatu untuk di-tik-kan ini memang patut disyukuri. 

Kuantitas dulu saja, semoga kualitas juga mengiringi dan menyusul, meski entah untuk apa juga. Dahulu pernah ada mimpi untuk menjadi penulis, maka mencoba sana-sini menulis hingga akhirnya rasa inferior, rasa ketidakpantasan dan sebagainya menyeruak. Mimpi dipendam dalam-dalam, menulis terus dilakukan, tulisan dipublikasi ke internet tapi tidak dipromosikan ke media lain sehingga tipis kemungkinan dibaca orang. "Malu", kataku

Platform yang kupakai untuk mempublikasikan yang ku-tik-kan bisa memuat statistik pengunjung, "Ah angka gaib", ujarku. Alat lebih detail untuk memeriksa jumlah pengunjung pun dipakai, "Oh lumayan, hari ini ada beberapa tulisan --tulisan lama-- yang dilihat."
Jumlah hitungan jari sudah lumayan daripada tidak sama sekali, meski entah itu betulan orang yang membaca atau sekadar bot yang nyasar sehingga dihitung sebagai pengunjung. 
"Ah bodo amat", ujarku, telah dipendam dalam-dalam, syukur kalau ada yang membaca, senang jika ada yang memberi tanggapan (meski sampai sekarang hanya ada satu komentar ditinggalkan di salah satu tulisan, bodohnya tidak kubalas biar terjalin tanggapan atas tanggapan), wajar jika tidak ada yang membaca juga sangat wajar jika tidak ada tanggapan. 

Pikiranku kadang rumit, ingin ditanggapi tapi lupa sadar diri, sayang waktu orang membaca yang ku-tik-kan, banyak hal yang tentu lebih berfaedah. Seolah mengkayuh sepeda tapi arahnya menjauh dan tak dihiraukan. Mengeluarkan sejumlah uang tiap tahun untuk mengamankan alamat blog biar terkesan lebih niat, mencari tampilan yang disukai agar terlihat lebih enak. Apa yang ku-tik-kan kukelompokkan ke dalam beberapa rubrik, biar lebih enak pengkategorianya. Meski pada akhirnya platform ini menjadi ruang ekspresi dan kesenangan pribadi, senang melihat yang di-tik-kan terlihat lebih rapi dan lebih enak dipandang meski belum tentu enak dibaca konteks apa yang di-tik-kannya.

Malam makin larut tapi tetap kupandang layar, men-tik-kan sesuatu yang bisa menjadi semacam kapsul waktu di kemudian hari. Lalu nanti kubaca satu per-satu, tentang suasana, kondisi, keresahan, kejadian yang menghadirkan ruang nostalgi. Biarlah apa yang di-tik-kan menjadi sesuatu dari aku, oleh aku, untuk aku. Meski kusadari yang di-tik-kan ini tidak bagus --dan seringkali tak berani ge-er dan pede bahwa yang di-tik-kan ini bagus--, tapi kadang kuinginkan memang ada yang mengatakan langsung, "Hei, yang kau tik-kan itu tidak bagus!" atau apalah, setidak-tidaknya tanggapan itu menunjukkan orang tersebut membaca yang ku-tik-kan, atau ada yang bilang meski untuk sekadar membesarkan hatiku, "Hei aku baca yang kamu tik-kan," lalu berlanjut ke obrolan-obrolan. Ah aku mengigau.


***

Di suatu waktu saat lari pagi, muncul begini: sebelas tahun belajar men-tik-kan sesuatu ternyata tidak jadi apa-apa selain kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu melalui tulisan. Beberapa teman dengan kemampuan men-tik-kan sesuatunya sudah berhasil bikin buku, ah ya tentu saja, jalan tiap orang berbeda, linimasanya berbeda. Orang-orang semacam teman-temanku itu berkembang, belajar lebih banyak, mencoba lebih intens, bangkit lebih sering, maka hasil sepadan, begitulah kiranya pikirku. Maka sudah selayaknya ku tak heran soal yang ku-tik-kan, siapa yang men-tik-kan juga berpengaruh kok apakah yang di-tik-kan itu akan ditanggapi atau tidak. Orang yang biasa-biasa saja macamku tentu saja tipis kemungkinan apa yang di-tik-kan itu dibaca atau ditanggapi. 

Ada sih yang menanggapi, tapi ya biasanya sekadar lalu. Di beberapa kesempatan di platform lain ku-tik-kan sesuatu dengan diakhiri harapan ada yang sedia untuk kuceritakan lebih dalam, tapi --tentu saja-- nihil, aku lupa sadar diri nampaknya, ada yang mebaca sampai beres juga langka atau ajaib. Angka "orang yang menyukai unggahan anda" itu hanya angka, toh bisa jadi orang menekan tombolnya hanya karena gambarnya atau memang sering memencet saja apapun unggahan yang muncul atau tidak sengaja tertekan, angka semu. 

Tulisan ngelantur semacam ini bisa begitu panjang karena dibimbing inferior, dipelihara terus. Ah maka sudah semestinya kuakhiri saja apa yang di-tik-kan ini agar tidak ngelantur lebih panjang lagi.

Selamat malam, siapapun kamu --jika ada-- yang membaca apa yang ku-tik-kan ini. Kuharap aku bisa menjumpaimu --entah siapapun kamu, jika ada-- serta menghadirkan hal yang lebih pantas untuk di-tik-kan. Semoga.

No comments: