(Titik-titik) yang Baru

Kondisi pandemik masih melanda seantero dunia, sudah enam bulan sejak ramai-ramai soalan pandemi ini di Januari. Kalau diingat kembali bulan demi bulan, sejak pandemi dimulai, lalu menyebar ke mana-mana, imported case terjadi di mana-mana. Lalu berbagai reaksi dan kebijakan dilakukan, ada yang menerapkan lockdown, ada juga yang malah meremehkan, terjebak kepongahan hingga akhirnya kena juga. Lelah rasanya jika mengingat kembali apa yang terjadi di negeri ini terkait pandemi, dari para pejabat pemerintahan, so called influencer, tokoh publik, medis dan paramedis, hingga masyarakat lainnya. Banyak yang terdampak, utamanya secara ekonomi selain pula berdampak pada mental.

Bulan demi bulan kebijakan para pemangku jabatan di negeri ini tak lepas dari kritik, rekomendasi, saran atau apapun itu. Baik pemerintah pusat ataupun daerah merasakannya, baik yang membangun atau yang memang hendak menjatuhkan saja. Masyarakat macam kita disuguhkan berbagai diskusi, perdebatan, bahkan tuduh-tuduhan. Kita dikenalkan juga dengan berbagai hal: rapid test (tes cepat), tes PCR (Polymerase Chain Reaction), tes Swab, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PSBB parsial, PSBB transisi. Belum lagi kita akhirnya merasakan Work From Home besar-besaran, juga School From Home besar-besaran. Kita akrab juga dengan protokol kesehatan (COVID-19), juga dengan kawan-kawannya semacam social distancing, physical distancinghand sanitizer, masker, disinfektan, dan berbagai macam lainnya. Beberapa waktu terakhir kita dikenalkan dengan istilah lainnya: New Normal alias normal yang baru

Apa yang baru? Apa sih normal yang baru itu? Istilah begini malah membingungkan. Di Jawa Barat, istilah yang membingungkan ini diberi nama Adaptasi Kebiasaan Baru yang disingkat AKB, tentu saja bukan Akihabara apalagi ditambah 48 menjadi AKB48 (meski mungkin tim yang mengusulkan istilah ini mencetuskannya sambil dengar lagi AKB48?). AKB ini diterapkan ke banyak aspek dalam kehidupan kita. Ke mana-mana bermasker menjadi keharusan, membawa hand sanitizer menjadi penting, shalat berjamaah di masjid mesti membawa sajadah sendiri serta diminta berjarak hingga satu meter, katanya agar masih menerapkan physical distancing

AKB juga adanya batasan orang di tempat makan, di transportasi umum dan sebagainya. Naiknya tren bersepeda mungkin juga akibat AKB. Saya sih berharap WFH juga menjadi bagian AKB: WFH menjadi sangat familiar serta memungkinkan untuk menjadi hal yang reguler bisa dilakukan di berbagai bidang pekerjaan.

Tapi ada yang belum bisa saya bayangkan, misalnya sampai kapan shalat berjamaah di masjid mesti berjarak hingga satu meter? Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan yang mestinya berkumpul tapi kini tidak memungkinkan? Ambil contoh lomba lari (yang saya rindukan), bila menonton film masih memungkinkan dilakukan dengan drive-in cinema atau drive-in movie (ibu saya saat melihat berita ini langsung kepikiran Misbar, alias gerimis bubar, yakni nonton bareng di ruang terbuka yang akan bubar jika film selesai atau hujan datang), lomba lari bagaimana? Virtual race tidak selalu relevan karena berbeda tempat, berbeda medan lari, berbeda elevasi, cuaca, waktu mulai dan sebagainya. 

Para ahli bilang perlu berbulan-bulan atau bertahun-tahun hingga vaksin atau obat untuk menanggulangi tugas virus ini ditemukan, Ada yang bilang hinga dua tahun, ada yang bilang satu tahun, tapi intinya sama-sama bilang tidak akan sebentar dan selama itu pula kita mesti beradaptasi dengan kebiasaan baru. Tentu saja keinginan kita barangkali sama: kembali pada normal yang dulu bukan normal yang baru. Ya kalaupun baru tidak jauh berbeda lah dengan yang lama, jadi semisal normal yang dulu plus-plus, atau kalau pakai  istilah di handphone: Normal Plus, Normal Pro, Normal XR, atau sebagainya, normal yang lama tapi plus kebiasaan dan hal-hal baru yang positif.

Akhirnya, selamat menyongsong apa-apa yang baru, kebiasaan baru di berbagai hal yang berbeda dari sebelumnya. Serba baru. Mungkin apa-apa yang baru inilah yang dimaksud petinggi Sunda Empire sebagai tatanan dunia baru.


Salam. Semoga apa-apa yang baru ini menyenangkan buatmu.

No comments: