Kenduri Cinta (III)


Alhamdulillah, dua Kenduri Cinta di dalam satu Ramadhan, dua kebaikan berhimpun pada satu bulan istimewa.


Kenduri Cinta (KC) Edisi Juni 2018 ini bertepatan dengan 18 tahun usianya. Sebagai salah satu Majelis Masyarakat Maiyah, ia hadir sebagai oase di tengah hiruk pikuk Ibukota. Maka selalu ada kerinduan untuk hadir, karena KC juga "Laboratorium dan Universitas Kehidupan."



KC ini seperti mendaki ke puncak, dari awal wirid, disambung hadir sosok-sosok pegiat KC, lalu datangnya Mbah Nun dan Mbak Via (Novia Kolopaking), ada pula Syaikh Nursamad Kamba, Beben Jazz dan Inna Kamarie.

Ada beberapa yang dapat dicatat baik dari Mbah Nun. Pertama, kembali terkait kebenaran qath'iy dan dhzhanni. Bahwa kebenaran sejati berasal dari Allah, yang qath'iy itu berasal dari Allah. Al-Quran itu qath'iy, Hadis yang shahih, yang mutawattir itu qath'iy, maka selain itu adalah kebenaran yang dhzhanni, yang terdapat kemungkinan ketidakbenarannya, pun Maiyah adalah dhzhanni, negara juga dhzhanni, Nahdlatul Ulama juga dhzhanni, Muhammadiyah juga dhzhanni, dan seterusnya. Sayangnya, kita selalu bersikeras dengan yang dhzhanni ini.

Berlanjut kembali ke tiga hal yang mesti berdialektika: kebenaran-kebaikan-keindahan. Lagi, bagaimana kebenaran diolah menjadi kebaikan yang menimbulkan keindahan. Ini yang dipahami di Maiyah, sementara sekarang ini seolah kebenaran milik institusi pendidikan, kebaikan milik pemuka agama atau institusinya, sementara keindahan dimiliki pelaku seni. Akibatnya, bila pelaku seni berbicara kebenaran atau kebaikan maka tidak akan diakui, begitu seterusnya.

  1. Sunnatullah, ketetapan Allah, seperti gravitasi, jadinya diri kita, dan segala hal yang tidak bisa kita pilih. 
  2. Sunnah Rasul, yakni kebudayaan Rasul, seperti memelihara jenggot, cara berjalan, makan dan seterusnya.
  3. Sunnah dalam Hukum Fiqh (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram), yakni dikerjakan berpahala, tidak dikerjakan tidak ada konsekuensinya.
  4. Sunat (berkhitan).

Sayangnya sekarang ini antara Sunnah Rasul dan Sunnah dalam Hukum Fiqh sering dicampurkan. Misal soal memelihara jenggot. Bisa jadi yang menyebabkan mendapatkan pahala bukan karena berjenggotnya, namun karena dirimu mencintai Rasul, kamu ikuti Rasul, di sanalah kamu mendapatkan pahala, bukan karena jenggotnya. Begitu pula dengan Sunnah Rasul lainnya yang karena kita mencintai Rasul, kita mengikutinya, sehingga Allah berikan kebaikan dan pahala.

***

Di tengah-tengah acara, Mbah Nun lalu meminta Pak Gatot Nurmantyo -apabila masih hadir- untuk berkenan naik ke panggung untuk berdialog. Tentu janganlah berprasangka yang tidak-tidak pada Mbah Nun dan KC terkait datangnya beliau. KC dan forum Maiyahan lainnya menerima siapapun orang yang ingin hadir, karena seperti kata Mbah Nun: jadilah manusia ruang yang dapat menampung semua perabot, jangan menjadi manusia perabot.


Selengkapnya tentang KC bulan Juni, sila nanti dibuka kenduricinta.com untuk reportasenya.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete