Mengenal Diri, Menemukan Presisi

..agar kalian tidak tertekan oleh apapun yang semestinya kalian tidak tertekan. Agar kalian tidak bingung, sedih, menderita, frustrasi, putus asa, berang dan marah, oleh hal-hal yang tidak selayaknya membuat kalian mengalami itu semua.


Tiga bulan ke depan -Agustus, September, Oktober- pembahasan (juga workshop-nya) di simpul dan lingkaran Maiyah barangkali akan berangkat dari topik "manusia nilai, manusia pasar, dan manusia istana", atau lebih luas lagi "berlaku nilai, berlaku pasar, dan berlaku istana".

Apa maksudnya? Saya tangkap ini berasal dari keperluan untuk mencari ketepatan diri, menemukan kesejatian diri, mengenali diri agar seperti yang dituliskan Mbah Nun, "..agar kalian tidak tertekan oleh apapun yang semestinya kalian tidak tertekan. Agar kalian tidak bingung, sedih, menderita, frustrasi, putus asa, berang dan marah, oleh hal-hal yang tidak selayaknya membuat kalian mengalami itu semua."

Ada terminologi khalaqa dan ja'ala. Khalaqa adalah "menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada", sementara ja'ala adalah "menciptakan sesuatu dari yang telah ada."
Allah itu khalaqa, manusia tidak bisa dan hanya bisa di ja'ala.

Contoh sederhana: Allah menciptakan kelapa, manusia "menciptakan" es degan dari kelapa. Maka begitu pula dengan penciptaan kita, Allah menciptakan kita sebagai manusia, kita "menciptakan" sesuatu dari jadinya diri kita.

Kita perlu menemukan apa kehendak Allah dalam penciptaan kita (karepnya Allah itu apa sih pada kita?), masing-masing per individunya itu diciptakan untuk berlaku bagaimana.

Analogi sederhana: kalau kamu kambing, berlakulah kambing; kalau kamu burung, berlakulah burung. Jangan kambing ingin berlaku burung atau sebaliknya. Menggunakan persepsi ini, maka tidak pantas kambing bersedih, frustrasi tidak bisa terbang layaknya burung, tapi dia mesti mencari bagaimana berlaku kambing.

Begitu pula kita mesti berlaku sebagaimana kita masing-masing diciptakan, dan masing-masing kita berbeda, tidak sama, setiap manusia berbeda dengan manusia lainnya. Ada kekhasan, kekhususan yang berbeda, entah terkait bakat, kecenderungan, pengalaman, respon terhadap sesuatu dan sebagainya. Ada ihtimal atau potensi yang dititipkan Allah pada masing-masing manusia.
Maka nanti kita temukan pula apa pantas bersedih di sesuatu yang jika kita telah mengenali diri sendiri maka semestinya kita tidak bersedih, pun dengan kebahagiaan.

Terminologi "manusia nilai, manusia pasar, dan manusia istana" bukanlah bentuk baku, melainkan gerbang awal. Ketiga unsur ini menjadi potensi yang dimiliki setiap manusia, ketiganya berdialektika, tugas kita menemukan mana yang lebih besar persentasenya, lalu mengendalikannya.

Jika kamu cenderung manusia nilai, maka berpeganglah pada nilai, jangan "memasarkan nilai" atau "mengistanakan nilai" sehingga menjual nilai agar mendapat keuntungan pasar atau kekuasaan istana.

Jika kamu cenderung manusia pasar, maka jadilah manusia pasar yang berpegang pada nilai sehingga manfaat dan maslahatnya besar. Begitupun jika kamu cenderung manusia istana, maka jadilah manusia istana yang berpegang pada nilai sehingga kekuasaan yang diemban itu menjadi maslahat.




----
Disarikan dari Majelis Masyarakat Maiyah Mocopat Syafaat, 17 Agustus 2019.

No comments: