Mengobrol Ibukota

Meski sudah (atau baru?) lima bulan di Jakarta, tapi toh ya rasa-rasanya masih sedikit-sedikit takjub, nengok sana-sini, ngerasain ini-itu, atau lihat ke atas saat pulang kerja, loh di sini gedung-gedung tinggi banyak, seperti ingin saling kejar tingginya, belum lagi ada bangunan tinggi lainnya yang sedang dibangun. Loh ya, kalau di Bandung, setahuku gedung tertinggi itu ya BRI Tower di Jalan Asia Afrika, tepat di depan halte panjang Alun-alun Bandung, atau bangunan tinggi itu ya dua menara kembar Masjid Raya Bandung yang konon katanya semoga di Bandung nggak ada yang bikin bangunan lebih tinggi dari menara kembar itu. Takjub aku masih melihat ramainya bangunan-bangunan tinggi di sini.

Jakarta. By Gunawan Kartapranata - Own work, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=10417878


Pulang dari kantor, aku terbiasa pakai Transjakarta, atau mahsyur disebut Busway juga. Lha ini juga keren ya, bikin takjub gitu, bis-bis yang disediakan pemerintah sebagai sarana transportasi yang murah dan (kadang) cepat itu, terbagi atas belasan koridor yang masing-masing koridor pun terbagi-bagi lagi agar bisa menjangkau jalan-jalan di ibukota, dari mulai yang reguler ya Transjakarta dengan bis BRT (Bus Rapid Transit) hingga yang feeder bus alias non-BRT. Tarif murah dengan informasi yang jelas terkait rute dan posisi bis saat ini sungguh memudahkan. Kerjasama dengan pihak ketiga yakni aplikasi Trafi membuat para penumpang bisa melihat di mana sih bisnya sekarang, selain tentu di halte-halte BRT juga ada layar informasinya.

Wuidih belum lagi soalan KRL atau Commuter Line yang menghubungkan Jabodetabek, bertumpuk-tumpuknya orang memang jadi ketidaknyamanan, tapi setidaknya ada dululah sistemnya, toh ke depan barangkali bisa diperbaiki.

Lah terus aku lihat lagi Bandung yang lagi ribut-ribut masalah angkot dan transportasi umum lainnya. Pemkot itu loh ya, melalui Walikotanya, mengakui kalau masalah transportasi itu masih jadi PR yang belum beres. Bandung itu punya loh yang namanya Trans Metro Bandung (TMB), sudah ada sejak masa Dada Rosada menjabat, namun hingga kini masih begitu-begitu, ada beberapa koridor yang informasi mengenai jalur tiap-tiap koridornya pun nggak mudah untuk diketahui. Lha iya, aku googling sana-sini kepengin tahu jalurnya kok gak nemu, sekalinya nemu itu yang bikin penumpang yang nyoba bis tiap-tiap koridornya, lah informasi resminya mana? Ini juga yang bikin saya hampir nggak pernah pake bis kota kalau di Bandung.

Tapi loh jangan salah sangka, aku ini nggak sedang jelek-jelekkin kota kelahiran sendiri. Pemkot sudah mulai rintis solusi permasalahan ini, jangan tanya ke aku persentase keberhasilan dan segalanya, aku bukan lembaga survey, cuma warga biasa. Pemkot itu sudah bikin bis sekolah gratis buat anak-anak sekolah berseragam, warna dan gambar di bisnya pun lucu-lucu, ceria, sesuai lah sama anak sekolahan. Selain itu, meski mungkin bukan jadi transportasi utama, usaha Pemkot untuk bikin bike sharing bernama Boseh (Bike on The Street for Everybody Happy) juga patut diapresiasi menurutku, bisa jadi alat transportasi untuk jangka pendek, itung-itung olahraga dan nggak menghasilkan polusi. 

Eh ya, kalau kamu main-main ke Bandung Planning Gallery, kamu bisa lihat loh rancangan kota Bandung untuk puluhan tahun ke depan, dari mulai transportasi hingga pembangunan kota, rancangan untuk masing-masing Sub-Wilayah Kota (SWK) dan lain-lainnya. Bisa dibilang Grand Design nya itu bisa dilihat di sana. Nah melihat transportasi juga menarik nih, mblo, Pemkot punya rencana bikin LRT (Light Rail Transit), MRT (Mass Rapid Transit), pembenahan Trans Metro Bandung (TMB), hingga Cable Car. Nah, kalau di Jakarta yang bis kota (TransJakarta) sudah ada, nah yang LRT dan MRT ini sedang dibangun, nah jadi kalau kamu ke Jakarta terus lihat pembangunan sana-sini yang bikin macet nggak ketulungan itu, nah ini penyebabnya, LRT Jabodebek bakal manfaat sekali untuk transportasi massal, utamanya yang kerja di Jakarta tapi tinggal di Bogor, Depok, atau Bekasi, ya ngurang-ngurangin sesaknya KRL sama TransJakarta.

Balik lagi ke Bandung, katanya udah ada rencana LRT, MRT, Cable Car kan? Loh mana realisasinya?  Nah ini, anggaran alias uang alias fulusnya Kota Bandung itu ya nggak akan cukup untuk bikin itu dalam waktu yang cepat, Ridwan Kamil pernah bilang seandainya anggaran yang dimiliki Pemkot sebesar yang dimiliki Pemda Jakarta, wuih bisa lebih cepet pembangunan infrastruktur Kota Bandung, tapi berhubung cuma sedikit ya akhirnya kerjasama dengan pihak swasta. Taman-taman yang kamu lihat begitu banyak di Kota Bandung, ya sebagian itu kerjasama dengan swasta, misalnya Taman Cikapayang di daerah Dago, itu kerjasama dengan JNE, atau waktu pembenahan kawasan Asia-Afrika, itu pun ada kerjasama dengan swasta. 

Kalau menurut temanku yang bikin buku tentang "Paradiplomasi Kota Bandung Menuju Smart City", usaha lain Pemkot Bandung itu ya cari dana dan kerjasama hingga ke luar negeri. Makanya Ridwan Kamil sering laporan di sosial medianya terkait kerjasama yang sudah, sedang dan akan dilakukan dengan berbagai negara. Selain kerjasama soalan infrastruktur, ada juga kerjasama untuk pemberdayaan ekonomi, dari pelatihan dan pengiriman tenaga kerja ke Jepang atau didirikannya Little Bandung di beberapa negara, Little Bandung ini isinya dagangan UMKM di Kota Bandung yang dijajakan di luar negeri. Eh, tapi soal LRT sama Cable Car konon sudah mulai berjalan untuk usaha pembangunannya, ya tunggu saja lah ya.

***

Lima bulan di Jakarta tapi aku masih kadang takjub, masih suka kepikiran antara Bandung-Jakarta, perbedaannya, ininya, itunya, apalah-apalahnya juga. Meski aku takjub dengan berbagai bangunan di Jakarta, sarana transportasinya dan sebagainya, tapi kok aku kepikir ini: kemajuan pembangunan fisik belum tentu selaras dengan kebahagiaan ruhani. Byaarrr, aku kepikiran itu sekitar seminggu yang lalu. Lah dari mana aku bilang gitu? Aku kadang lihat dan merasakan sendiri, bawaannya di Jakarta itu terus fighting, kerja, kerja, kerja. Bisa jadi memang karena sedang rantau (meski ya jarak Bandung-Jakarta kalau dibilang rantau kurang jauh, tapi dibilang nggak rantau juga gimana, toh memang sudah beda kota). Tapi kuyakin tingkat stress orang di sini cukup tinggi. Kamu bayangin saja, terjebak dan ikut bikin kemacetan setiap hari, berjam-jam di jalan, belum lagi panasnya, uh bikin emosi. Lama-kelamaan begitu terus menurutku ya aku ngerti kalo jadi bikin stress dan nggak sabaran. Contoh nggak sabaran paling sederhana itu aku lihat di jalanan dan halte TransJakarta.

Di jalanan sini, kamu bakal akrab dengan klakson yang nyariiing sekali, karena mudah sekali orang-orang tekan tombol klakson di motor atau mobilnya. Kamu tahu kan fungsi zebra cross dan lampu lalu lintas? Nah di sini zebra cross itu nggak guna, lah iya, motor itu berhentinya di zebra cross, bahkan lebih sering lebih dari zebra cross, jadi ya zebra cross di sini itu untuk apa ya. Lampu lalu lintas juga begitu, pokoknya kalau lihat jalan kosong, meski masih merah lampunya, ya motor-motor itu main hajar saja terobos sana-sini, wuih jagoan. Nah aku jadi ingat kata Muhammad Shohibul Iman, bahwa penyebutan terhadap benda itu memengaruhi pikiran kita, namanya sudah betul "Lampu Lalu Lintas" yang artinya untuk mengatur lalu lintas, namun orang kadang lebih akrab menyebut "Lampu Merah", atau ada yang bilang juga "Stopan", ya jadi bawaanya lihat lampu lalu lintas itu ya menyebalkan, jengkelin, nggak asik, menghambat. Akan beda kalau di pikiran kita kalau kita bilang itu "Lampu Lalu Lintas", nah kita bakal pikir ya nggak apa-apa lagi merah, toh buat ngatur lalu lintas biar lebih nyaman dan aman.

Nah itu di jalanan, kalau di halte TransJakarta juga ngeri, kamu mau naik itu kadang bisa susah, desak-desakkannya ngeri juga, apalagi kalau kamu dapat bis yang kosong karena kebetulan halte itu halte pertama atau karena bisnya muter arah, terus halte lagi penuh-penuhnya, wuih itu berebutannya nguerrri, dulu-duluan biar bisa duduk, sampai rasanya aku pengen bilang, "mbok ya sabar dikit napa?" Wuih dahsyat.

***

Perihal kebahagiaan ini kalo di Bandung memang jadi salah satu fokus Pemkot. Ridwan Kamil dari masa kampanye dulu juga sudah bilang tentang Index of Happiness ini, tujuannya konon ingin menaikkan indeks kebahagiaan warga Kota Bandung. Nah menurut survey yang beliau dapatkan lalu dimuat juga di sosial medianya, konon indeks kebahagiaan warga Kota Bandung meningkat dan begitu tinggi, ya memang tentu masih ada kurang sana-sini, tapi secara garis besar ya jauh lebih bahagia dari masa sebelumnya.

Mobil Kekasih Juara di Taman Cikapayang, Bandung. Sumber: detik.com


Pembangunan fisik memang seyogyanya dibarengi dengan pembangunan ruhani, kesehatan jiwa, biar nggak stress. Bandung punya program "Minggu Lansia" biar para lansia di Bandung juga bahagia, tiap minggu ada relawan yang nemenin ngobrol atau mungkin hang out, lansia hang out? Ya siapa tau kan kejadian juga. Program lainnya yang terbaru itu adanya mobil Kekasih Juara singkatan dari "Kendaraan Konseling Silih Asih", ada jadwalnya tiap pekan di beberapa titik, di sana hadir beberapa psikolog dengan rompi merah mudanya siap untuk ngobrol dengan kamu yang ngerasa sedang punya masalah, mangga dirimu curhat di sana, moga-moga ada pencerahan selain tentunya kamu deketin yang punya dirimu, Gusti Allah subhanahu wa ta'ala.

Memasuki akhir-akhir tahun 2017 dan menuju 2018 memang bikin dag-dig-dug buat saya. Tahun depan masa-masa indah bersama Ridwan Kamil - Oded M. Danial akan berakhir, segala kemajuan dan yang dilakukan pasangan ini akan memberikan standar yang begitu tinggi bagi penerusnya. Warga Bandung harap-harap cemas, Ridwan Kamil sudah mantap untuk maju ke Pilgub Jabar sementara warga belum menemukan sosok semacam beliau lagi. Di sisi lain, Jakarta baru saja memiliki Gubernur-Wakil Gubernur baru, duet Anies-Sandi menjadi harapan baru penduduk terlepas dari begitu ramainya masa-masa Pilgub DKI Jakarta, tentu semua harus bersatu untuk kemajuan kota.

Pada akhirnya tentang pergantian pemimpin ini aku lagi-lagi kepikir, "Ya Allah, apakah keberkahan dan kebahagiaan akan berpindah dari Bandung ke Jakarta?"
Semoga saja tidak, semoga saja keberkahan dan kebahagiaan bukan berpindah, tapi meluas, di berbagai daerah, di berbagai kota, hingga seluruh negeri.

No comments: