Shollu 'Ala Nabi!

Salah satu hal yang sering dilakukan di Maiyahan adalah bershalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Shalawat sebagai ungkapan cinta kepada Sang Nabi, kecintaan terhadap Nabi dibangun di Maiyah. Ayat ke-56 dalam surah Al-Ahzab memerintahkan agar kita bershalawat kepada Nabi. Maka lazim, entah di awal, di tengah, atau di akhir Maiyahan, shalawat dilantunkan kepada Nabi. 

Kecintaan yang dibangun ini tidak hanya melalui shalawat, tapi juga dengan pencegahan untuk menokohkan Cak Nun dan mengarahkan ke Sang Nabi. 
"Moh aku!" Ujar Cak Nun terkait keengganannya memiliki umat atau pengikut, karena, "kita itu umatnya Muhammad Shalallahu alaihi wa salam." Maka, Jamaah Maiyah menempatkan Cak Nun pun sebagai Ayah atau Mbah, Kakek, utamanya karena soalan cinta, bukan semata ilmu. 

"Gondelan klambine Kanjeng Nabi," kata Mbah Nun yang familiar bagi Jamaah Maiyah, artinya "kamu berada di belakang kanjeng Nabi." Berada di belakang nabi, tidak boleh melampauinya, artinya harus mengikutinya. Istilah ini pun sebagai kepercayaan penuh bahwa hanya Nabi Muhammad yang memiliki hak memberikan syafaat di Hari Akhir.

Lebih jauh, di Maiyah dikenal konsep Segitiga Cinta (bukan cinta segitiga!) antara Allah-Rasul-Hamba, dengan Allah berada di titik puncak dalam segitiga ini. 
Di salah satu tulisannya, Mbah Nun menulis,
...subjek yang bisa mengatasi kerusakan dunia ini berada di puncak tertinggi segitiga, yakni Tuhan. Wasilah atau alasan Tuhan akan mengatasinya adalah kekasihnya, Rasulullah Muhammad Saw yang berada di titik kedua dalam Segitiga Cinta itu. Maka manusia yang berada di titik ketiga harus melibatkan kedua titik itu dalam mengupayakan solusi atas kehancuran dunia ini. Manusia harus berada dalam Ma'iyah (kebersamaan) dengan Rasulullah, yakni dengan selalu bershalawat kepadanya. Karena Ma'iyah manusia dengan Tuhan hanya akan layak bila manusia Ma'iyah dengan Rasulullah.



Maka, jika kita mendengar ada Ustadz yang berkata, "ayo shalawat 1.000 kali perhari," mohon jangan dilihat 1.000-nya, tapi artikan sebagai "perbanyaklah bershalawat."

Shalawat adalah ungkapan cinta dan bukankah Nabi berkata, "engkau akan bersama dengan yang kau cinta." Hadis yang "tidak akan ditukar walau dengan emas seisi bumi" oleh Anas bin Malik, karena "amalku, ibadahku, tidak ada seujung kuku Umar, Abu Bakar, apalagi Nabi. Tapi aku mencintai mereka. Maka dengan begitu aku berharap kelak di akhirat masih bisa bersama dalam surga yang sama dengan mereka; dengan Rasulullah, dengan Abu Bakar, dengan Umar bin Khattab."


"Ia bukan Tuhan, Ia manusia
Ia bukan hanya Rasul, Ia manusia
Ia bukan hanya Nabi, Ia manusia
Ia manusia, tapi tidak sekadar manusia
Ia mutiara, Yakut! Yakut! Yakut!
Ia mutiara, tapi ia tetap manusia
Ia tetap manusia"
(Cak Nun dan Kiai Kanjeng dalam "Walau Mentari").

Shollu 'ala Nabi!

No comments: